“Serius Nin kamu jadi perias pengantin sekarang?”
Hampir sebagian besar teman-teman yang tau sekarang saya
melakukan pekerjaan sebagai perias atau istilah kerennya make up artist heran.
Bagaimana tidak, dari kecil saya tomboy, sangat sangat
tomboy. Main sama cowok, naik pohon, naik sepeda, jatuh sampai kaki bocel
dimana mana, tapi satu hal yang tidak pernah bisa dipungkiri adalah kegemaran
melukis yang tertanam sejak SD kelas 4 saat saya di masukkan kesebuah klub
lukis tidak jauh dari rumah.
Melukis adalah jiwa bagi saya, saat saya gundah, saya
menangis di dalam lukisan itu, begitupun saat saya bahagia saya tertawa
bersamanya. Buat saya tiada media paling indah untuk menuangkan perasaan ini
agar tidak terlihat cengeng sebagai seorang yang tomboy. Hati kok plong ya,
kalau sudah melukis. Tapi naasnya, saat dinding kamar saya sudah penuh semuanya
dengan kanvas-kanvas, trus kemana tuh kanvas-kanvas yang lain?
Beruntung ada aja teman-teman yang mau saya beri coretan
lukisan tangan saya, ya lumayanlah daripada dirumah menuh-menuhin…….hiks…..
Ibu suka marah kalau liat kamar saya berantakan cat poster,
karena susah membersihkannya, ya namanya juga anak SMP, cuma suka ngelukis
doang, ga mau cape-cape ngebersihin.
Nah itu cerita masa lalu saya.
Mencari jati diri yang pas tidaklah mudah, lebih dari sekitar
10 tahun sudah saya bekerja dibeberapa tempat, jadi marketing di hotel-hotel
berbintang di Bandung, jadi public relations, sampai akhirnya tahun 2003 akhir
Allah mendaratkan saya kembali ke Jakarta , tanah masa kecil saya. Oya saya
sampai lupa cerita, selepas SMA yang saya lalui di kota Semarang, saya
melanjutkan kuliah di kota Bandung, dan selanjutnya saya cukup lama bekerja di
kota itu.
Di Jakarta saat itu saya sudah punya satu anak yang masih
kecil, yang butuh banyak perhatian. Dan karena bekerja sebagai marketing hotel
sangat menyita waktu, makanya saya memutuskan beralih profesi.
Profesi apa ya yang saya cari? Bingung juga sih kalau tanpa
ketrampilan, Cuma tau jualan hotel aja, ngejual ballroom untuk pernikahan,
meeting, atau mencari perusahaan-perusahaan yang secara periodik membuat
meeting dan membutukan sekaligus kamar-kamar hotelnya. That’s all.
Lagi bingung nih mikirin hal itu, terlintas wajah tanteku
yang paling cantik yang bekerja sebagai redaktur di sebuah majalah wanita
ternama di Jakarta, keliatannya kok dia hepi banget ya dengan pekerjaannya,
bisa jalan-jalan keliling Indonesia, bahkan tidak jarang juga ke luar negeri.
Hanya sebuah kebetulan atau memang kesempatan yang Allah
berikan pada saya, saya bertemu dengan teman kecil saya yang menjadi pimpinan HRD
di sebuah group majalah besar di Jakarta, lalu di menawari saya bekerja dengan
alternatif di 2 majalah, majalah yang berhubungan dengan pengantin, atau dengan
computer.
Yuhuuuuuu…. Dengan mantap saya jawab, saya mau yang buat
pengantin aja mbak. Itu saya pilih karena selama bekerja di hotel saya tidak
asing berhubungan dengan vendor-vendor
pernikahan. Seperti pengusaha dekor, pengusaha tenda, dll.
Dengan mengucap syukur akhirnya saya bisa bekerja di MAJALAH
PERKAWINAN sebagai marketing iklan, melalui hari-hari yang menyenangkan karena
tiap hari kerjaannya jalan-jalan ketemu ibu-ibu pemilik salon, make up artist,
pemilik butik kebaya, perancang, pengusaha dekorasi, pengusaha catering,
mengedukasi dan mengarahkan mereka untuk bisa berinvestasi dan melakukan
promosi di majalah karena majalah yang tepat adalah media yang bagus untuk
melakukan branding produk mereka.
Saya punya satu klien, masih muda, cantik, salah satu pemenang
lomba rias yang diadakan oleh majalah perkawinan dan kebetulan kost mewahnya nya
tepat pas di depan kantor Majalah Perkawinan di Wahid Hasyim Menteng. Awalnya saya
sering mendatangi dia dengan tujuan utama menjalin hubungan dengan lebih baik
biar lancar pasang iklannya hehe….
Selain cantik, dia sangat pintar merias, dan saya paling
suka melihat ekspresinya saat merias, penggunaan kuas yang beragam dan
pemberian warna pada sebuah media mengingatkan saya pada hobby melukis yang
mulai jarang saya lakukan. Perbedaannya hanya pada medianya.
Lalu saya kursus deh sama dia, ternyata benar dugaan saya,
feelnya pas sekali dengan ketrampilan saya melukis. Dan yang paling
menyenangkan….. ibu nggak perlu marah-marah lagi, karena kanvasnya dibawa
pulang masing-masing.
Setelah belajar rias dengan make up artist Yenny Soewargana,
saya juga belajar rias secara private dengan ketua umum organisasi pernikahan adat
yang bernama Ibu Endang Sugiarto.
Di majalah perkawinan ini juga hampir tiap bulan diadakan
workshop rias modern yang diadaptasi pada pengantin tradisional dan modifikasi nasional. Pembicaranya
keren-keren, ada pak Andiyanto masternya make up dan hairdo, Ibu Tien Santoso
(almh) pakar kecantikan tradisional, Jacky Timortius (periasnya bunda Dorce),
Wawa dari Sugi salon dan lain-lainnya juga para pemenang lomba rias yang diadakan oleh
Majalah Perkawinan.
Dan saya tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini, saya
contek isi beauty case dari beberapa perias terkenal, lalu saya kuras semua
tabungan saya untuk bisa membeli beauty case yang baik dan tentu saja isinya
produk kosmetik dengan brand-brand terkenal. Kok berani ya saya? Hehe, yang
pertama karena saya sudah memantapkan diri ingin menjadi perias modern yang
istilah kerennya make up artist, yang kedua karena saya sudah berencana
menyusup jadi peserta di tiap workshop rias yang diadakan oleh majalah
perkawinan. Kalau orang yang lain harus bayar, dan saya bisa gratis, gimana
nggak untung besar?
Melihat kegigihan saya belajar merias, salah satu pakar rias
Chenny Han akhirnya mengundang saya untuk diajarinya secara private selama satu
minggu tiap hari hanya berdua dengan muridnya dari Surabaya. Yes yes yes,
bagaimana tidak, Chenny Han salah satu perias bertaraf internasional mau kasih
private ke saya yang seharga belasan juta dengan bebas biaya sama sekali.
Thanks God, Allah baik sekali.
Selain itu kesempatan emas lain yang bisa saya dapatkan dan
tidak boleh saya siasiakan selama saya bekerja 9 tahun di Majalah Perkawinan,
saya sering harus membuat buklet tambahan tentang riasan, atau kebaya yang membuat
kita turun lapangan ikut dalam pemotretannya di studio foto yang tentu saja
berhubungan dengan para perias handal yang mengisi artikel fashion dan
kecantikan. Pada kesempatan itu saya bisa intip beauty case mereka, laluliat
bagaimana mereka mengaplikasikan secara benar pada modelnya, ah pokoknya
menyenangkan deh, bekerja sambil belajar di majalah Perkawinan.
Saya sering memeperhatikan lomba tata rias, menjadi pemerhati
rias pengantin, memperhatikan demo-demo rias di sejumlah pameran pernikahan,
pokoknya semua yang berhubungan dengan mempercantik orang sangat aku nikmati.
Tidak sampai situ saja, sebagai awal saya sering ikut merias
keluarga atau penerima tamu dan menjadi team dari perias-perias tradisional
yang juga merupakan klien iklan majalahku. Alhamdulillah saya bisa dapat
kesempatan dari klien-klien yang baik-baik itu.
Seperti para motivator sering katakan kalau kita sangat
menginginkan sesuatu dengan sesungguh-sungguhnya, maka seluruh alam semesta
akan mendukungnya. Tentu saja dengan usaha dan doa.
Akhirnya sampai kini sudah satu setengah tahun saya
melepaskan kerja saya di Majalah yang banyak memberi saya ilmu dan networking
dan mencoba mandiri dengan keahlian yang saya miliki. Saya sangat bersyukur
pada setiap moment dalam kehidupan saya, Allah sangat baik.
Keren, Mbak Nina.. Ayo cerita lagi ttg pengalamanmu yg lain, pasti seru deh.
ReplyDeleteMba ninaaa....semoga semangat dan kegigihan mba menular ke diriku..soo inspired...makasih banyak mba nina untuk ceritanyaa...aku suka banget di bagian...."maka seluruh alam semesta akan mendukungnya"...insyaallah semoga barokah semuanya ya mbaa
ReplyDelete