Thursday 25 September 2014

Love What You Do and Do What You Love

“Serius Nin kamu jadi perias pengantin sekarang?”

Hampir sebagian besar teman-teman yang tau sekarang saya melakukan pekerjaan sebagai perias atau istilah kerennya make up artist heran.
Bagaimana tidak, dari kecil saya tomboy, sangat sangat tomboy. Main sama cowok, naik pohon, naik sepeda, jatuh sampai kaki bocel dimana mana, tapi satu hal yang tidak pernah bisa dipungkiri adalah kegemaran melukis yang tertanam sejak SD kelas 4 saat saya di masukkan kesebuah klub lukis tidak jauh dari rumah.

Melukis adalah jiwa bagi saya, saat saya gundah, saya menangis di dalam lukisan itu, begitupun saat saya bahagia saya tertawa bersamanya. Buat saya tiada media paling indah untuk menuangkan perasaan ini agar tidak terlihat cengeng sebagai seorang yang tomboy. Hati kok plong ya, kalau sudah melukis. Tapi naasnya, saat dinding kamar saya sudah penuh semuanya dengan kanvas-kanvas, trus kemana tuh kanvas-kanvas yang lain?

Beruntung ada aja teman-teman yang mau saya beri coretan lukisan tangan saya, ya lumayanlah daripada dirumah menuh-menuhin…….hiks…..
Ibu suka marah kalau liat kamar saya berantakan cat poster, karena susah membersihkannya, ya namanya juga anak SMP, cuma suka ngelukis doang, ga mau cape-cape ngebersihin.

Nah itu cerita masa lalu saya.

Mencari jati diri yang pas tidaklah mudah, lebih dari sekitar 10 tahun sudah saya bekerja dibeberapa tempat, jadi marketing di hotel-hotel berbintang di Bandung, jadi public relations, sampai akhirnya tahun 2003 akhir Allah mendaratkan saya kembali ke Jakarta , tanah masa kecil saya. Oya saya sampai lupa cerita, selepas SMA yang saya lalui di kota Semarang, saya melanjutkan kuliah di kota Bandung, dan selanjutnya saya cukup lama bekerja di kota itu.

Di Jakarta saat itu saya sudah punya satu anak yang masih kecil, yang butuh banyak perhatian. Dan karena bekerja sebagai marketing hotel sangat menyita waktu, makanya saya memutuskan beralih profesi.

Profesi apa ya yang saya cari? Bingung juga sih kalau tanpa ketrampilan, Cuma tau jualan hotel aja, ngejual ballroom untuk pernikahan, meeting, atau mencari perusahaan-perusahaan yang secara periodik membuat meeting dan membutukan sekaligus kamar-kamar hotelnya. That’s all.

Lagi bingung nih mikirin hal itu, terlintas wajah tanteku yang paling cantik yang bekerja sebagai redaktur di sebuah majalah wanita ternama di Jakarta, keliatannya kok dia hepi banget ya dengan pekerjaannya, bisa jalan-jalan keliling Indonesia, bahkan tidak jarang juga ke luar negeri.

Hanya sebuah kebetulan atau memang kesempatan yang Allah berikan pada saya, saya bertemu dengan teman kecil saya yang menjadi pimpinan HRD di sebuah group majalah besar di Jakarta, lalu di menawari saya bekerja dengan alternatif di 2 majalah, majalah yang berhubungan dengan pengantin, atau dengan computer.

Yuhuuuuuu…. Dengan mantap saya jawab, saya mau yang buat pengantin aja mbak. Itu saya pilih karena selama bekerja di hotel saya tidak asing berhubungan dengan vendor-vendor  pernikahan. Seperti pengusaha dekor, pengusaha tenda, dll.

Dengan mengucap syukur akhirnya saya bisa bekerja di MAJALAH PERKAWINAN sebagai marketing iklan, melalui hari-hari yang menyenangkan karena tiap hari kerjaannya jalan-jalan ketemu ibu-ibu pemilik salon, make up artist, pemilik butik kebaya, perancang, pengusaha dekorasi, pengusaha catering, mengedukasi dan mengarahkan mereka untuk bisa berinvestasi dan melakukan promosi di majalah karena majalah yang tepat adalah media yang bagus untuk melakukan branding produk mereka.

Saya punya satu klien, masih muda, cantik, salah satu pemenang lomba rias yang diadakan oleh majalah perkawinan dan kebetulan kost mewahnya nya tepat pas di depan kantor Majalah Perkawinan di Wahid Hasyim Menteng. Awalnya saya sering mendatangi dia dengan tujuan utama menjalin hubungan dengan lebih baik biar lancar pasang iklannya hehe….
Selain cantik, dia sangat pintar merias, dan saya paling suka melihat ekspresinya saat merias, penggunaan kuas yang beragam dan pemberian warna pada sebuah media mengingatkan saya pada hobby melukis yang mulai jarang saya lakukan. Perbedaannya hanya pada medianya.
Lalu saya kursus deh sama dia, ternyata benar dugaan saya, feelnya pas sekali dengan ketrampilan saya melukis. Dan yang paling menyenangkan….. ibu nggak perlu marah-marah lagi, karena kanvasnya dibawa pulang masing-masing.

Setelah belajar rias dengan make up artist Yenny Soewargana, saya juga belajar rias secara private dengan ketua umum organisasi pernikahan adat yang bernama  Ibu Endang Sugiarto.

Di majalah perkawinan ini juga hampir tiap bulan diadakan workshop rias modern yang diadaptasi pada pengantin tradisional  dan modifikasi nasional. Pembicaranya keren-keren, ada pak Andiyanto masternya make up dan hairdo, Ibu Tien Santoso (almh) pakar kecantikan tradisional, Jacky Timortius (periasnya bunda Dorce), Wawa dari Sugi salon dan lain-lainnya  juga para pemenang lomba rias yang diadakan oleh Majalah Perkawinan.

Dan saya tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini, saya contek isi beauty case dari beberapa perias terkenal, lalu saya kuras semua tabungan saya untuk bisa membeli beauty case yang baik dan tentu saja isinya produk kosmetik dengan brand-brand terkenal. Kok berani ya saya? Hehe, yang pertama karena saya sudah memantapkan diri ingin menjadi perias modern yang istilah kerennya make up artist, yang kedua karena saya sudah berencana menyusup jadi peserta di tiap workshop rias yang diadakan oleh majalah perkawinan. Kalau orang yang lain harus bayar, dan saya bisa gratis, gimana nggak untung besar?

Melihat kegigihan saya belajar merias, salah satu pakar rias Chenny Han akhirnya mengundang saya untuk diajarinya secara private selama satu minggu tiap hari hanya berdua dengan muridnya dari Surabaya. Yes yes yes, bagaimana tidak, Chenny Han salah satu perias bertaraf internasional mau kasih private ke saya yang seharga belasan juta dengan bebas biaya sama sekali. Thanks God, Allah baik sekali.

Selain itu kesempatan emas lain yang bisa saya dapatkan dan tidak boleh saya siasiakan selama saya bekerja 9 tahun di Majalah Perkawinan, saya sering harus membuat buklet tambahan tentang riasan, atau kebaya yang membuat kita turun lapangan ikut dalam pemotretannya di studio foto yang tentu saja berhubungan dengan para perias handal yang mengisi artikel fashion dan kecantikan. Pada kesempatan itu saya bisa intip beauty case mereka, laluliat bagaimana mereka mengaplikasikan secara benar pada modelnya, ah pokoknya menyenangkan deh, bekerja sambil belajar di majalah Perkawinan.

Saya sering memeperhatikan lomba tata rias, menjadi pemerhati rias pengantin, memperhatikan demo-demo rias di sejumlah pameran pernikahan, pokoknya semua yang berhubungan dengan mempercantik orang sangat aku nikmati.
Tidak sampai situ saja, sebagai awal saya sering ikut merias keluarga atau penerima tamu dan menjadi team dari perias-perias tradisional yang juga merupakan klien iklan majalahku. Alhamdulillah saya bisa dapat kesempatan dari klien-klien yang baik-baik itu.

Seperti para motivator sering katakan kalau kita sangat menginginkan sesuatu dengan sesungguh-sungguhnya, maka seluruh alam semesta akan mendukungnya. Tentu saja dengan usaha dan doa.
Akhirnya sampai kini sudah satu setengah tahun saya melepaskan kerja saya di Majalah yang banyak memberi saya ilmu dan networking dan mencoba mandiri dengan keahlian yang saya miliki. Saya sangat bersyukur pada setiap moment dalam kehidupan saya, Allah sangat baik.